Pahami aku, sayangi aku, hargai aku

Sebenernya udah lama pengen posting ini, gara-gara Mbak Ari pengen sharing tentang kekerasan terhadap anak. Tapi baru sempet euy.
Maaf ya mbak, jadi basi dech! Baiklaaaaaaaaaaah, kita mulai………….

Tersisih..
Mgkn itulah yg kini dirasakannya.

Dia adalah heru. Heru kecil identik dengan kebandelan.
Dia pernah melempari genting rumah nenek dengan batu, membakar patung jerami di depan rumah paman, mengacak-acak jemuran cengkeh nenek, mengencingi sayur yang baru saja masak, melukai teman mainnya dan masih ada segudang kenakalan lainnya. Heru kecil tak pernah bisa diam. Jarang sekali ada orang yang mau membantu menjaganya ketika kedua orang tuanya tengah sibuk. Teguran keras, omelan, nasehat bahkan kadang-kadang jeweran dan pukulan  dari ayah ibunya hanya ditanggapinya dgn senyum nakal tanpa rasa bersalah.  
Predikat “heru bandel” pun melekat di keluarga besarnya.

Seiring berjalannya waktu kebandelan heru kecil perlahan mulai berkurang.
Meskipun sudah tak seekstrim dulu, tapi dia masih saja sulit di atur.
Heru kecil ternyata juga bukan anak yang memiliki tingkat intelegensi yg tinggi.
Dia sulit sekali menerima pelajaran disekolahnya, tapi untungnya dia tak pernah tinggal kelas.  Karena ketidakmampuannya dalam belajar dan kebandelannya itu, heru sudah sangat kenyang dengan omelan dan teguran dari orang tua bahkan saudaranya.

Pada saat dia lulus SD, orang tua heru memaksakannya bersekolah di SMP yang cukup favorit di daerahnya. Heru beruntung, dia berhasil lolos tes masuk SMP tersebut. Namun, keberuntungan tak berpihak lama padanya. Makin lama heru makin sulit menerima pelajaran. Bahkan berakibat dia harus tinggal kelas tahun itu. Hal itu tentu saja menjadi pukulan yang teramat keras untuk heru dan keluarga besarnya. Selama ini belum pernah ada riwayat anggota keluarganya harus tinggal kelas. Nenek heru bahkan marah besar begitu tahu cucunya tidak naek kelas. Semua orang menyalahkan heru. kekacauan ini terjadi karena heru “bandel dan bodoh”.

Akhirnya heru dipindahkan ke sekolah swasta yang tidak terlalu bagus mutunya. Sejak kepindahannya ke sekolah baru, tabiatnya mulai berubah. Heru menjadi pendiam dan pemalu.
Dia lebih banyak menyendiri. Sayangnya perubahan sikap heru kurang dimengerti keluarganya. Heru tetap saja disalahkan dan dimarahi ketika nilai-nilainya jeblok atau ketika dia melakukan kesalahan. Tidak jarang kata-kata “goblok”, “malas”, “keras kepala” keluar dari mulut keluarganya.

Malang nasib heru, ketika ujian akhir SMP dia pun tidak lulus dan harus mengikuti kejar paket B. Beruntung dia masih dapat diterima di SMA yang masih satu yayasan dengan SMPnya.
Hal ini semakin membuat heru tak punya rasa percaya diri. Akibatnya heru benar-benar menjadi pendiam dan penyendiri.  

Ketika duduk di kelas 2 SMA, tiba-tiba heru tidak mau sekolah lagi. Berkali-kali ibunya memaksa dia tetap tak mau. Hari-harinya dihabiskan dengan nonton TV. Kondisi ini belum juga merubah sikap anggota keluarganya terhadap heru. Bahkan adik heru pun kadang ikut-ikutan memarahi heru apabila heru berbuat salah, berbeda pendapat, atau
meminta sesuatu. Pokoknya jarang sekali heru mendapat perlakuan lembut dari keluarganya.

Belakangan baru diketahui dari salah seorang teman sekolahnya,  heru tidak mau sekolah lagi karena disekolahnya dia sering diejek teman-temannya dan dipalak. Dia tak pernah menceritakan hal ini kepada siapapun, padahal kejadian itu sudah berlangsung lama.

Ketika heru sudah tak sekolah lagi, heru mulai banyak mengunci diri dikamar, menonton TV dan mendengarkan musik keras-keras. Tiap hari kerjaannya miscall ke nomor-nomor yang ada di handphonenya atau mengirim sms kosong hingga belasan. Kalau ditelepon balik dia akan mengangkat tapi tak pernah mau bicara. Di SMS, juga tak pernah membalas. Heru jarang keluar kamar, bahkan untuk makan dan minum. Dia tak mau bicara dan bertemu dengan siapapun. Kelakuannya semakin hari semakin aneh.

Pernah suatu hari saya berhasil mengajaknya bicara, yang keluar dari mulutnya adalah “Aku mau pergi jauh dari rumah, nggak ada yang sayang sama aku”
Pernah juga dia bilang “Aku mau mati saja, mungkin semua orang akan senang”

Deg, sedih banget dengernya. Dia benar-benar tertekan. Rasa percaya dirinya telah mati.

Beberapa bulan yang lalu dia telah menjalani terapi dengan psikiater, kondisi kejiwaannya agak membaik. Tapi tiba-tiba heru tak mau lagi melanjutkan terapinya.
Dan sampai saat ini, dia masih dengan kegiatan rutinnya miscall dan sms ga jelas.

Heru, adik sepupu saya yang tak seorangpun dari kami pernah membayangkan dia akan menjadi seperti sekarang ini.


28 thoughts on “Pahami aku, sayangi aku, hargai aku

  1. kayanya musti sering diajak ngobrol dr hati ke hati deh…trus coba ajak ke tempat2 yg menyenangkan…liburan bersama keluarga… sejenak menghilangkan beban di dirinya danmendekatkan pada keluarga…dan coba meyakinkan keluarga bhw heru hrs py dukungan penuh dr keluarga…semuanya..dan lingkungan yg berbeda..yg membuat dia nyaman…wah vit..ko aku kaya psikiater yah…:)…mudahan2 keluarga dberi kesabaran dlm menghadapinya..dan heru bisa kembali percaya diri…

  2. Itu yang selalu diusahakan ma, tapi dia ga pernah mau diajak kemana-mana.Terakhir yang aku tau, akhir taun kemaren pas kakaknya wisuda di malang, dia ikut, dan dia seneng bgt disana. Tapi pas diajak kesana lagi dia gag mau.

  3. @ mamah depin :Aku p'nah tgl serumah ma heru mah, dlu pas dia SD. Tiap malem kena omel gara2 ga bsa2 bljr ngaji.Tp anaknya blm kek skrg ini. Jdi sedih ngliatnya. Dia kadang2 mau ngomong kalo aku ato adik2ku yg ngajak ngomong.Thanks mah.

Leave a reply to andin fasysyifa Cancel reply